
Tanggal segini. Jam segini. 6 tahun yang lalu.
Nyaris semua keluarga punya mata yang sama. ya.Bengkak karena menangis. Kami masih setia menunggu kabar menyedihkan selanjutnya. Siapa lagi anggota keluarga yang lebih dicintai Allah sehingga Dia menjemputnya dalam kejadian ini?
Tsunami, 26 Desember 2004.
Kebetulan semua sepupu yang kuliah di banda Aceh ngumpul dirumah hari itu. Satu sepupu laki2ku pulang dengan muka bertekuk 29. Ada kabar apa pon? tanya mamaku.
"Perumahan di cadek rata".Udah lapang semuanya"
Itu artinya rumah wawakku juga tinggal kenangan. meski rumah besar dan kelihatan kuat, tapi ternyata kekuatan Allah lah yang lebih kuat. sampai hari inipun kabar wawak masih dipertanyakan? tak diketahui kemana jasadnya, begitu juga Opa.
Alhamdulillah (dalam kondisi begitupun Allah masih meridhai kita untuk bersyukur) ada satu orang anak wawak yang selamat setelah berenang melawan tsunami. kalian tau bagaimana sakitnya kawan?
Suara tangisan dari tetangga terdengar lagi. Itu artinya ada kabar kematian lagi.setelah dari pagi tadi terus menangis. Mayat demi mayat masuk ke rumah lalu kembali diboyong untuk dimakamkan.
Allah. saya banyak belajar dari hal ini.
Tidak perlu tunggu tua agar nyawa berpisah dari raga. Puluhan bayipun meninggal saat itu. ratusan balita ceria menjadi kaku berlumpur dan tak menggemaskan lagi.
Puluhan temanku telah menghadapNya.
saat itu saya masih kelas 2 SMA. Saya tau bahwa umur seseorang tidak ada yang bisa menerka bisa saja yang memiliki nyawa mengambilnya kapan saja.
Tapi, tak pernah berfikir untuk menyiapkan kematian itu sejak dini.
Allah. saya banyak belajar dari hal ini.
Bahwa hidup di dunia ini adalah hidup pertama dan terakhir. Yang artinya segala sesuatu yang hanya datang satu kali ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menggores catatan amal di kitab yang dicatat malaikat.
(Rumah yang menjadi tempat pengungsian sementara, pukul 16.00 WIB)